Selasa, 28 Juni 2016

SMART MOBILITY


Smart Mobility di Indonesia


Kota-kota di dunia terus mencari cara baru untuk menciptakan sebuah kota yang cerdas dan nyaman untuk dihuni. Pemanasan global, ledakan penduduk, dan pertumbuhan kendaraan pribadi, menjadi sejumlah faktor yang membuat berbagai kota di dunia memikul beban yang kian berat.
Kota-kota besar di Indonesia tak terkecuali, bahkan menjadi contoh konkret wajah kota yang semakin tidak layak huni. Tak heran jika pada 11 Agustus 2014, sebuah kongres berskala dunia di gelar di Jakarta, Kongres Dunia ke-24 Eastern Regional Organization for Planning and Human Settlements (EAROPH).
EAROPH adalah organisasi multisektoral yang didirikan guna mendorong pertukaran dan wawasan antarnegara di kawasan Asia Pasifik. Anggotanya, antara lain, Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru, India, Hongkong, Filipina, Banglades, Thailand, dan Indonesia. Wakil Menteri Perhubungan RI, Hermanto Dardak, saat ini menjabat Presiden EAROPH.

Dalam sambutannya, ia mengatakan, kota-kota di dunia kini memasuki fase urbanisasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kota-kota sudah kelebihan beban, kualitas lingkungan terdegradasi, konsumsi energi yang semakin tinggi banyak, polusi kendaraan bermotor. Sejumlah hal mengemuka dalam kongres, antara lain, perlunya mengurangi mobilitas warga dan perlunya transportasi massal yang murah dan nyaman.
Bagi kota-kota di negara maju, ini bukan perkara sulit. Tapi bagi negara-negara berkembang berpenduduk besar, dengan pertumbuhan kelas menengah yang tinggi seperti Indonesia, maka solusi transportasi massal tidak semudah membalik telapak tangan.
Sejak beberapa dekade lalu, rencana kebijakan untuk menciptakan sistem transportasi massal di kota-kota besar di Indonesia sudah didengung-dengungkan. Hasilnya? Tak ada yang benar-benar konkret. Pembangunan monorail di ibu kota Jakarta saja sudah terkatung-katung sedemkian lama hingga saat ini.
Dalam buku Satu Dasawarsa Membangun untuk Kesejahteraan Rakyat yang diterbitkan Sekretariat Kabinet RI (2014), jumlah kelas menengah Indonesia dilaporkan naik 19,7 persen pada 2013. Pada tahun 2004, jumlah kelas menengah Indonesia baru sekitar 37 persen. Namun sembilan tahun kemudian, meningkat 19,7 persen menjadi 56,7 persen. Bank Dunia bahkan menyebut setidaknya 60 persen orang Indonesia masuk dalam kelas menegah.
Salah satu ukuran tumbuhnya kelas menengah ditandai dengan peningkatan statistik pemilik kendaraan bermotor, khususnya roda empat. Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) lima tahun terakhir, menyebutkan, pasar otomotif domestik Indonesia mencapai 1.229.811 unit pada akhir 2013. Bandingkan dengan data tahun 2009 yang masih di angka 486.088 unit. Dari sisi produksi, juga meningkat pesat dari 464.816 unit (2009) menjadi 1.206.368 unit.
Logika paling sederhana, kendaraan bermotor membutuhkan bahan bakar dan ruas jalan yang memadai. Ironisnya, dua hal itu justru tidak mendukung. Jumlah kendaraan bermotor bertambah, tapi ruas jalan nyaris tidak bertambah sementara ketersediaan bahan bakar minyak (BBM) terus menurun.
Di ibu kota, data pada Pemrov DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya pada 2013, menyebutkan, jumlah kendaraan roda empat mencapai 2.541.351 unit, sementara pertumbuhan panjang ruas jalan hanya 0.01 persen setiap tahun.  Ketidaksinkronan seperti ini juga terjadi di hampir semua kota besar di Tanah Air.
Sementara itu, kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam rilis resminya pada 5 Agustus 2014 mengenai pengendalian BBM, menyebutkan, adanya kenaikan volume BBM bersubsidi yang antara lain disebabkan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor.

Mengutip data GAIKINDO dan Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), dalam 3 tahun terakhir, rata-rata angka penjualan mobil mencapai 1,1 juta unit per tahun, motor 7,6 unit per tahun. Untuk tahun 2014, target penjualan mobil mencapai 1,25 juta unit sementara penjualan motor ditargetkan 8 juta unit.
Celakanya, tingginya disparitas harga BBM bersubsidi dengan BBM Non Subsidi telah mengakibatkan migrasi pengguna BBM Non Subsidi ke BBM Subsidi. Masalah pelik ini memaksa pemerintah menerapkan kebijakan pengendalian penggunaan BBM, dan kemungkinan besar penghapusanBBM bersubsidi.
Sementara itu, dalam salah satu sesi konferensi Indonesia International Automotive Conference (IIAC) yang mengiringi penyelenggaraan IIMS 2014, terungkap semakin tingginya kesenjangan antara angka produksi serta konsumsi BBM, dengan perkiraan cadangan minyak Indonesia akan habis dalam 12 tahun mendatang.


Walhasil, Indonesia seperti menghadapi buah simalakama. Ketika industri otomotif dalam negeri tengah bersemi, seiring pesatnya pertumbuhan jumlah kelas menengah, infrastruktur pendukungnya justru tak mampu mengiringi.
Dalam situasi seperti inilah ajang pameran otomotif terbesar di Tanah Air, The 22nd Indonesia International Motor Show (IIMS) 2014 digelar dengan semarak. Seperti tahun-tahun sebelumnya, pengunjung pameran membludak, Agen Pemegang Merek (APM) otomotif berlomba memikat konsumen dengan program diskon, transaksi pun meningkat.
Sepintas, GAIKINDO dan para APM seolah tak peduli dengan persoalan yang ada. Ada pandangan bahwa kewajiban mereka hanya berjualan mobil. Semakin banyak semakin bagus. Dari sisi sebaliknya, konsumen otomotif pun seolah tak mau peduli dengan kondisi infrastruktur jalan dan ketersediaan bahan bakar murah. Merasa punya duit cukup, kebetulan ada pameran dan diskon menarik, maka tak perlu berpikir terlalu panjang.
Jika Anda tidak datang langsung ke arena IIMS 2014, maka pandangan seperti itu menjadi wajar. Tapi jika Anda datang berkeliling dan mau mencermati mobil-mobil yang dipamerkan di setiap booth, maka pandangan Anda akan berubah.
IIMS 2014 yang mengusung tema holistik Smart & Safe Mobility sesungguhnya memiliki komitmen yang kuat untuk mengatasi persoalan pelik yang ada. Tema itu bukan sekadar pepesan kosong agar perhelatan ini terkesan berbau internasional.

kendaraan di segmen menengah sekalipun – atau kendaraan yang paling diburu masyarakat kelas menengah Indonesia- sudah mengadopsi teknologi-teknologi terkini, yaitu teknologi yang berbasis pada konsep Smart Mobility.
Konsep “mobilitas cerdas” pernah ditunjukkan di booth Honda pada ajang Tokyo Motor Show 2013, Desember tahun lalu. Di area khusus yang disebut Smart Mobility City, tampak gambaran masa depan alat transportasi personal beserta teknologi terkini yang mengiringinya.
Pada dasarnya, mobilitas atau pergerakan merupakan bagian kehidupan setiap manusia. Namun, dengan ”mobilitas pintar”, diharapkan pada masa depan proses tersebut dapat mengatasi berbagai tantangan. Misalnya mengurangi dampak lingkungan, kemacetan, kecelakaan, dan persoalan pelik lainnya.
IIMS 2014 memang belum menampilkan area seperti itu. Tapi beberapa booth, seperti Toyota, Daihatsu, Honda, Mitsubishi, dan Subaru, memajang sejumlah mobil konsep masa depan. Termasuk kendaraan personal semisal Toyota FV2 (Personal Mobility)  dan FCV (Fuel Cell Vehicle) Next Generation berbahan bakar hidrogen.

Di luar mobil-mobil konsep, sesungguhnya semua unit produksi yang dipamerkan di lantai pameran IIMS 2014 sudah jauh lebih maju dibanding generasi kendaraan-kendaraan masa lalu. Teknologi cerdas yang diterapkan pada kendaraan penumpang maupun kendaraan niaga masa kini sudah mampu mengatasi banyak masalah klasik, seperti konsumsi BBM, emisi gas buang, hingga faktor keselamatan.
Sebut contoh, penggunaan metal timing chain yang mampu memperpanjang kualitas mesin, menghemat biaya perawatan, dan mereduksi konsumsi bahan bakar. Teknologi shiftronic mode yang menunjang performa mesin dalam hal akselerasi dan efisiensi bahan bakar. Penggunaan  Multi Information Display (MID) dengan trip computer yang memberi informasi jarak tempuh, jarak tempuh dan ketersediaan bahan bakar, hingga rata-rata pemakaian bahan bakar.
Ada pula teknologi EcoBoost yang memadukan turbo-charging dan direct injection,yang mampu menghasilkan tenaga besar meskipun bermesin kecil. Tak ketinggalan sejumlah fitur seperti EcoMode yang memberi tips kepada pengemudi tentang cara cerdas berkendara hemat bahan bakar, fitur iStop/Auto Stop & Go/Idling Start-Stop di mana kendaraan secara otomatis menghentikan kinerja mesin saat kendaraan berhenti sehingga penggunaan bahan bakar pun lebih efisien.
Sebuah teknologi pintar lainnya bernama ECON Mode mampu mengubah sistem pengendaraan untuk memaksimalkan efisiensi bahan bakar hingga 20% melalui sistem Drive By Wire, atau fitur Eco Assist yang memberi petunjuk bagi pengemudi untuk menghemat bahan bakar. Pada fitur ini gaya pengendaraan akan diukur dan hasilnya akan ditampilkan secara real time pada indikator warna pada meter clusteryang berubah menjadi hijau sebagai indikasi konsumsi bahan bakar yang efisien.
Teknologi mobilitas pintar dalam hal keselamatan pengendara, penumpang, dan pengguna jalan lainnya, pun sudah diadopsi di hampir semua model dan varian. Di kelas mobil murah sekalipun, teknologi untuk berkendara dengan aman, nyaman, dan cerdas, sudah dibenamkan pada banyak unit produksi.


Ada teknologi Advance Drive Assist Display (ADAD), Rear View Camera, Around View Monitor dan Moving Object Detection, Vehicle Dynamic Control (VDC), Active Ride Control dan Active Engine Brake dengan Anti Lock Braking System (ABS), Brake Assist (BA), Electronic Brakeforce Distribution (EBD), Cornering Stability Assist, Emergency Brake, hingga Blind Spot Warning untuk memantau keamanan di area blind spot.
Berikutnya, ada fitur Lane Departure Warning, Cruise Control, Hill Start Assist dan Advance Hill Descent Control, Motion Adaptive EPS + VSA yang berfungsi mencegah gejala oversteer dan understeer saat menikung, hingga teknologi pengereman pintar Brake Override System yang mampu mendeteksi saat pedal gas serta pedal rem terinjak bersamaan dan secara otomatis memprioritaskan fungsi pengereman.
Tak ketinggalan fitur teknologi G-CON + ACE yang berfungsi menyalurkan dan meredam benturan hebat dari tabrakan untuk keselamatan pengendara, sekaligus menjaga kabin tetap utuh dan aman, serta atau fitur Pedestrian Protection yang memberi perlindungan bagi pejalan kaki.
Ada pula ParkSense Parallel/Perpendicular Park Assist yang membantu pengemudi dalam menemukan tempat parkir yang sesuai, lalu mengambil alih kemudi dan memarkir kendaran secara otomatis. Pengemudi hanya cukup menginjak pedal rem untuk mengatur kecepatan serta mengganti posisi transmisi dari D (Drive) ke R (Reserve) sesuai kebutuhan.
Dengan berlimpah teknologi seperti itu, maka kendaraan-kendaraan roda empat di Indonesia sebenarnya sudah mampu mengatasi beberapa masalah serius, khususnya dalam hal ketersediaan bahan bakar dan emisi gas buang.
Ini memang masih jauh dari konsep konsep Smart Mobility City ala Honda, ataupun Smart Mobility Society yang akan diujicobakan oleh Toyota Motors Corporation di Grenoble, Perancis,  akhir 2014. Bahkan masih belum memenuhi semua aspek dari program Smart, Green and Integrated Transport dalam konsep Horizon 2020 yang digagas oleh masyarakat Uni Eropa.
Akan tetapi, melalui tema Smart & Safe Mobility yang diterjemahkan dengan baik oleh APM-APM peserta, IIMS 2014 setidaknya sudah jauh lebih maju dalam hal mewujudkan komitmen berkendara cerdas dan bertanggung jawab. Impian terciptanya sebuah Smart Mobility Society di masa depan di negeri ini, rasanya bukan sekadar utopia.
IIMS 2014, dan GAIKINDO, juga sudah menunjukkan komitmennya dengan rutin menggelar konferensi Indonesia International Automotive Conference (IIAC) bersamaan dengan ajang IIMS, di mana tahun ini IIAC telah memasuki tahun kesembilan pelaksanaan.
Dari paparan masing-masing narasumber di IIAC ke-9 di Hotel Holiday Inn, Jakarta, 25 September 2014, mengemuka keprihatinan akan kondisi cadangan sumber daya minyak di dunia yang kian menipis, sementara kebutuhannya semakin besar, termasuk sektor transportasi yang saat ini menjadi pengguna energi terbesar.
Semua pihak memang perlu memperkuat komitmen untuk melaksanakan program otomotif yang berbasis teknologi ramah lingkungan, seperti Low Cost Green Car (LCGC), kendaraan hybrid, kendaraan berbahan bakar bio (biofuel), serta kendaraan elektrik. Tentu saja, untuk mewujudkan semua itu, diperlukan pengembangan menyeluruh (360 degree) dari semua pihak, baik dari pembuat kebijakan, pelaku industri, dan tentu saja kesadaran dan kecerdasan konsumen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar