Smart Economy
Smart
City sering kita dengar akhir akhir ini di media massa. Istilah ini sangat luas
artinya dan menjadi payung dari banyak interpretasi (dan definisi). Di
Wikipedia sendiri tidak kurang ada 8 definisi yang masing masing membahas dari
konteks kepentingannya masing masing. Definisi paling dasar dari Smart City
yang saya pribadi setuju adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi
(TIK) untuk meningkatkan performansi kota, yang didalamnya adalah meningkatkan
harkat martabat manusia sebagai mahkluk sosial dan juga mereduksi biaya /
konsumsi energi kota. Reduksi biaya dalam artian adalah proses proses dalam
hidup bermasyarakat di kawasan urban berjalan secara efektif dan efisien.
Bandung
sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia juga mendeklarasikan niatnya
untuk menuju kota pintar. Walikota Bandung, Kang RK, mencanangkan suatu ukuran
yang dinamakan indeks kebahagiaan sebagai acuan kesuksesan program Smart City
yang akan diusung. Terdapat beberapai aspek dalam Smart City seperti smart
governance, smart economy, smart mobility, smart health, smart energy dan lain
lain. Orang awam akan bertanya tanya karena Smart City ini muncul dari
penggunaan teknologi TIK, apa bedanya dengan smart health dengan e-health,
smart governance dengan e-governance dan lain lain. Menurut saya ‘smart’ lebih
canggih dari ‘e-‘, yang biasanya merupakan istilah bahwa entitas sudah
mengadopsi sistem digital / elektronik atau digitalisasi proses. Sedangkan
smart lebih ke kemampuan untuk memodelkan dan memprediksi sehingga menghasilkan
alur kerja yang lebih produktif dan kalau perlu smart artinya bisa sistem bisa
mengambil keputusan sendiri (machine learning)
Di
entry ini saya tertarik membahas Smart Economy, dengan pertanyaan besarnya
adalah bagaimana TIK bisa jadi media untuk meningkatkan taraf ekonomi
masyarakat kota. Kuncinya adalah dengan menggunakan TIK maka peluang untuk
membentuk jaringan sosial yang baru terbuka sangat lebar. Generasi muda sangat
aktif menggunakan media sosial membuat mereka mempunyai akses informasi yang
besar, jaringan sosial yang luas, sehingga menjangkau audiens yang lebih luas.
Pemanfaatan potensi ini untuk mendukung kewirausahaan (technopreneur) akan
sangat positif. Dengan akses terhadap TIK yang merata pada warga kota, seperti
tersedianya akses internet cepat dan murah, kecilnya gap warga terhadap
teknologi baru, maka akan membuat aktivitas ekonomi menjadi bergairah dengan
mudahnya melihat potensi bisnis yang mendorong kemunculan entrepreneur
entrepreneur baru.
Pendapat
saya, Smart Economy diringkas menjadi dua hal. Pertama membuka akses informasi
yang luas sehingga meningkatkan peluang warga untuk melakukan aktivitas ekonomi
yang efektif. Kedua untuk aktivitas bisnis yang sudah berjalan, akan mereduksi
biaya operasional lebih minimal, lebih produktif dan tumbuh dalam konteks
’sustainable’. Pertanyaan selanjutnya bagaimana membuat bisnis lebih produktif
serta efisien, salah satu jawabannya adalah Datafication, alias mengusahakan
semua aktivitas bisnis dapat direpresentasikan dalam bentuk data dan tercatat,
untuk itu perlu ‘attitude / SOP’ yang disiplin dalam usaha usaha untuk tertib
data (data entry), pengumpulan data, crawling data, data analytics dan lain
lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar